Back Groud MRB (atas)


 

Pengumuman

Jadwal Shalat

MENGENANG HARI PROKLAMASI RI DALAM WUJUD MEMERDEKAAN DIRI DAN TIDAK MENYAKITI ORANG LAIN

Jumat, 16 Agustus 2024, Agustus 16, 2024 WIB Last Updated 2024-10-04T12:41:52Z

Prof. Dr. Ir. Agussabti, M. Si, IPU ASEAN ENG
Wakil Rektor 1, Bidang Akademik Universitas Syiah Kuala (USK)


Proklamasi kemerdekaan RI yang akan diperingati besok, setiap tanggal 17 Agustus, merupakan pernyataan Bangsa Indonesia Bebas dari penjajahan dan perbudakan, menuju masyarakat merdeka. Dalam perspektif Islam sendiri kemerdekaan bermakna bebas dari perbudakan dan penindasan. Khutbah jumat hari ini ingin mengkaji  kemerdekaan dalam konteks individual yang juga bermakna membebaskan diri dari perilaku memperbudak diri sendiri dan menindas atau menyakiti orang lain.  Perilaku menindas, menyakiti atau memperbudak diri sendiri dan orang lain adalah perilaku yang bertentangan dengan tujuan proklamasi RI.  Jadi ada 2 kata kunci penting dalam mengenang hari proklamasi RI sebagai hari kemerdekaan dalam konteks individual, yaitu: (1) kemerdekaan terhadap diri sendiri yang ditunjukkan oleh perilaku tidak memeprbudak diri dengan hawa nafsunya, dan (2) kemerdekaan terhadap orang lain yang ditujukkan oleh perilaku tidak menyakiti orang lain. 


Memerdekakan Diri Sendiri


kemerdekaan terhadap diri sendiri merupakan kemampuan mengendalikan hawa nafsunya dalam menjalani kehidupannya. 


Allah berfirman dalam Surah Thaha Ayat 16: 

“Maka janganlah engkau dipalingkan dari (kiamat itu) oleh yang tidak beriman kepadanya dan oleh orang yang mengikuti keinginan hawa nafsunya, yang menyebabkan engkau binasa”.


Kalau kita merenungkan bagaimana menjalani kehidupan sehari-hari, tanpa disadari sering sekali kita diperbudak oleh hawa nafsu sehingga menjerumuskan kita pada perilaku menyimpang. 


Ketika seseorang terjebak dengan godaan hawa nafsu, karena kenikmatannya dia akan lupa akan siapa dirinya. Karenanya, banyak pemimpin yang kita anggap baik, tapi ternyata terjerat kasus korupsi, banyak anak muda yang berpotensi, tapi terjebak narkoba, bahkan banyak orang yang kita kagumi, terkadang juga  terlibat kasus penyimpangan seksual. Kapan dia sadar dan menyesali perbuatannya, ketika Allah murka, membuka aib dan azab atasnya. Maka kata bijak selalu mengingatkan kita, “menyesal kemudian tiada gunanya”. Semua perilaku menurutkan hawa nafsu merupakan indikasi atas ketidakmampuan kita dalam memerdekan diri yang pada akhirnya menghancurkan martabat diri, apapun kedudukan kita. 


Karena itu, Rasulullah SAW menyeru kepada ummatnya untuk berjihad melawan hawa nafsu. Beliau bersabda: 

“Kalian semua baru pulang dari sebuah pertempuran kecil dan bakal menghadapi pertempuan yang lebih besar. Lalu para sahabat bertanya kepada Rasulullah, apakah pertempuran besar itu, wahai Rusullah? Rasulullah menjawab, “jihad memerangi hawa nafsu”. Senada dengan hadist tersebut, Allah Berfirman  dalam Surat Al Kahfi, Ayat 28:


“Dan bersabarlah engkau bersama orang yang menyeru Tuhannya pada pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaanNya, dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharap perhiasan kehidupan dunia”.


Tidak ada seorangpun yang bisa menjamin  dan yakin bahwa dirinya tidak akan terjebak oleh godaan hawa nafsu, kecuali dengan perlindungan Allah. Oleh sebab itu, jihad melawan dan mengendalikan hawa nafsu harus dilakukan secara terus menerus dengan cara bersabar, berpuasa, selalu dekat dengan Allah,  dan sering-seringlah berdoa untuk mendapat perlindungan Allah; “ya Allah, lindungilah aku dari godaan hawa nafsu yang menyesatkan dan perihalah aku dari perbuatan maksiat yang menyebabkan aku terhina di dunia dan di akhirat.


Imam Al-gazali dalam kitab “Ihya’ Ulumuddin”, mengatakan: “Kebahagian adalah ketika seseorang mampu menguasai nafsunya, kesengsaraan adalah saat seseorang dikuasai nafsunya”. Nafsu adalah musuh diri yang paling berbahaya karena yang dihadapi adalah diri sendiri. Oleh sebab itu, keberhasilan melawan dan mengendalikan hawa nafsu merupakan wujud  dari kemampuan kita dalam memerdekan diri. Jadi, indikator orang yang merdeka adalah mereka yang telah bebas dari memperbudak diri sendiri dan tidak menyakit orang lain. 


Tidak Menyakiti Orang Lain


Perilaku tidak menyakiti orang lain merupakan perwujudan dari akhlak mulia yang sangat dianjurkan dalam Islam. Menahan diri agar tidak mengganggu orang lain jelas lebih ringan dari bersedekah susu, karena sama sekali tidak membutuhkan dana atau tenaga sedikit pun. Kendati ringan, amalan ini dapat mengantarkan pelakunya ke dalam surga. Rasulullah bersabda: “Tidak ada seorang muslim yang melakukan suatu amalan dari amalan-amalan di atas, melainkan amalan itu akan membimbing tangannya sampai berhasil memasukkannya ke dalam surga.” (HR. Thabrani, Ibnu Hibban dan al-Hakim). Persoalannya sekarang banyak saudara-saudara kita muslim malah menunjukkan perilaku sebaliknya, yaitu perilaku “Susah Melihat Orang Senang dan Senang Melihat orang Susah (SMS). 


Allah berfirman dalam Surah Al Imran ayat 120:

“Jika kamu memperoleh kebaikan, (niscaya) mereka bersedih hati, tetapi jika kamu tertimpa bencana, mereka bergembira karenanya. Jika kamu bersabar dan bertaqwa, tipu daya mereka jika akan menysuhkan kamu sedikitpun. Sungguh Allah Maha meliputi segala apa yg mereka kerjakan”.


Perilaku SMS yang Allah ingatkan melalui ayat ini berimplikasi pada menyakiti dan melukai perasaan orang lain.  Dan, perilaku ini masih sering dipertontonkan oleh sebagian besar manyarakat kita, meskipun mengakui diri sebagai orang muslim dan perilaku seperti ini dilarang oleh Agama. Perilaku menyakiti orang lain banyak sekali caranya, bisa melalui lisan maupun melalui perbuatan. Perilaku suka mengejek, menghina, mencela, mengunjing, mengupat, menfitnah, memburuk-burukkan orang lain untuk kepentingan politik sesaat, pelecehan seksual, dan pemukulan merupakan contoh nyata dari perilaku menyakiti perasaan orang lain. Terkait hal ini, suatu riwayat menyebutkan; dari Abu Musa,  beliau berkata: “Wahai Rasulullah, Islam manakah yang paling utama? Beliau bersabda: (yaitu) orang yang kaum muslimin lain selamat dari (kejahatan) lisan dan tangannya (H.R Al-Bukhari dan Muslim).


 Allah berfirman dalam surah Al-ahzab ayat 58:

“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata (QS. Al-Ahzab: 58)”


Perilaku tidak boleh menyakiti orang lain, apalagi orang yang tidak bersalah secara hukum dalam Islam sudah jelas sangat dilarang.  Tapi persoalannya mengapa masih banyak diantara kita, yang melaksanakan ritualitas Islam kuat sekalipun perilaku menyakiti orang masih dilakukan, seperti menyakiti tetangga, menyakita sahabat, menyakiti teman kerja yang semuanya dilarang dalam Islam.


Sementara itu, kalau kita melihat kemerdekaan dalam perspektif masyarakat.  Jepang merupakan masyarakat yang sangat menjaga perilakunya untuk tidak menyakiti orang lain.  Pengalaman kami ketika berkunjung ke Jepang, dalam pergaulan kami dengan mereka, bagaimana orang jepang secara umum menahan diri dari melakukan sesuatu yang menyakiti orang lain. Kalau antri, mereka tidak mau menyerobot, karena itu dapat melukai hati orang lain sehingga mereka tertib. Kalau bicara mereka jarang menfitnah dan mencela orang lain, karena itu dapat melukai perasaan orang lain. Pertanyaannya, kebapa mereka sangat berenpati dengan orang lain. Ternyata apabila ditelusuri sejarah bangsa Jepang; mereka dulunya menganut filsafat konfusionisme yang lebih mendahulukan kepentingan komunal 


salah satu Dalam bahasa lain, mereka selalu entrospeksi diri dalam melakukan pekerjaan yang dapat menyakiti orang lain. Contohnya, kalau saya menfitnah orang lain, maka mereka mempertanyakan, kalau saya menyakiti orang lain dengan menghina, mencela dan menftnah, maka mereka mempertanyakan kalau saya dihina  dan difitnah, sakit tidak ya. Perilaku seperti ini diwariskan secara turun menurun sehingga menjadi karakter dalam berperilaku dalam kehidupan sehari-hari.

  

Rasulullah bersabda:

Sesungguhnya umatku yang merugi adalah orang yang pada hari kiamat datang dengan shalat, puasa, dan zakat tetapi ia selalu mencaci-maki, menuduh, dan makan harta orang lain serta membunuh dan menyakiti orang lain. Setelah itu, pahalanya diambil untuk diberikan kepada setiap orang dari mereka hingga pahalanya habis, sementara tuntutan mereka banyak yang belum terpenuhi. Selanjutnya, sebagian dosa dari setiap orang dari mereka diambil untuk dibebankan kepada orang tersebut, hingga akhirnya ia dilemparkan ke neraka.(HR Muslim).


Seorang muslim yang terbaik adalah yang menjaga dirinya agar orang lain tidak terganggu atau tersakiti oleh ucapan atau perbuatannya. Pertanyaan kemudian adalah bagaimana strategi supaya perilaku kita tidak menyakiti orang lain, baik secara ucapan maun perbuatan. Bercermin pada masyarakat Jepang, salah satu masyarakat yang terkenal dengan perilaku tertib, disiplin, dan sopan dalam bertutur kata.  Mengapa mereka bisa berperilaku seperti ini?  ternyata perilaku ini dilandaskan pada filsafat hidup “konfusionisme” yang diwariskan secara turun temurun bahwa kepentingan komunal di atas kepentingan individual. Maknanya, mereka sangat menghormati kepentingan orang lain (komunal) di atas kepentingannya sendiri. Berdasarkan falsafah hidup seperti itu kemudian muncul rasa “emphati”.  Contohnya, kalau saya berperilaku menganggu, seperti menyelib ketika anterian, bagaimana mana perasaaan orang lain, atau kalau saya diselib orang ketikan anterian bagaimana perasaan saya, senang atau tidak senang? kalau jawabannya tidak senang, maka dia tidak akan menyelib orang lain ketika sedang anterian. Perilaku inilah yang membuat masyarakat Jepang tertib dan saling menghargai. Anehnya, mereka mampu mengamalkan filsafat tersebut dan mewariskan kepada keturunannya. Pertanyaannya, apakah kita ummat muslim tidak memiliki acuan untuk tidak menyakiti orang lain?


Sebelumnya telah banyak kita mengutib ayat Al-Quran dan Al-hadist terkait larangan berperilaku menyakiti orang lain, tapi mengapa sebagian besar kita masih melakukannya. Fakta ini menunjukkan bahwa kita sebagai ummat Islam  sebagian besar hanya berhasil mentranfer ilmu pengetahuan melalui membaca dan menghafal AlQuran, tetapi kita gagal dalam mentransfer nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Quran dan Alhadist kepada generasi Islam.  


Transfer nilai hanya berhasil dillakukan melalui praktek yang dicontohkan atau tauladan, bukan lewat cerita atau oral saja. Rasulullah dahulunya berhasil mengubah perilaku masyarakat jahiliyah karena beliau sendiri merupakan tauladan yang beliau praktekkan dari ajaran mulia dari Allah SWT. Oleh sebab itu, mulai saat ini  kita memerdekakan diri kita dengan cara tidak menyakiti orang lain, dengan segala macam sikap yang mengganggu atau menyakitkan orang lain.   Dalam Islam ada beberapa keutamaan apabila seseorang mampu berperilaku untuk tidak menyakiti orang lain, antaranya: (1) menahan diri dari tindakan menganggu orang lain adalah bentuk keislaman yang paling utama, sehingga wajar dapat mengantarkan pelakunya ke dalam surga; (2) menahan diri dari tindakan menganggu orang lain adalah sedekah untuk diri sendiri, sedangkan sedekah pahalanya adalah surga; (3) suka menganggu oran lain, terutama para tetangga adalah tindakan yang mengantarkan pelakunya ke dalam neraka. Ini berarti menahan diri untuk tidak mengganggu orang lain dapat mengantarkan pelakuknya ke dalam surga.  


Tantangan kita ummat Islam, khususnya masyarakat Aceh, ke depan adalah bagaimana  perilaku memerdekaan diri dengan tidak menyakiti orang lain sebagai bentuk akhlak mulia yang dicontohkan oleh Baginda Rasulullah dapat kita praktekkan dalam kehidupan kita sehari-hari dan perilaku mulia tersebut dapat kita warisi kepada generasi kita kedepan. Harapannya, masyarakat Aceh bisa menjadi contoh sebagai masyarakat patuh syariah dan berakhlak mulia yang mengambarkan Islam rahmatal lila’lamin. Inilah hal yang teramat penting dari mengenang Hari Proklamasi Kemerdekaan RI yang diperingati  pada 17 Agustus setiap tahunnya. Semoga khutbah jumat pada hari ini dapat menjadi renungan dan bermanfaat dalam mendakwahkan Islam rahmatal lila’lamin bagi segenap masyarakat saat ini dan masa yang akan datang.


Komentar

Tampilkan

  • MENGENANG HARI PROKLAMASI RI DALAM WUJUD MEMERDEKAAN DIRI DAN TIDAK MENYAKITI ORANG LAIN
  • 0

Jadwal Shalat

”jadwal-sholat”